News

303.000 Hektare Hutan Lampung Hilang dalam Dua Dekad

×

303.000 Hektare Hutan Lampung Hilang dalam Dua Dekad

Sebarkan artikel ini

LAMPUNGVERSE.com – Keadaan hutan di Provinsi Lampung saat ini sangat memprihatinkan. Data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menunjukkan penurunan signifikan dalam tutupan hutan selama periode 2001 hingga 2023, mencapai 303.000 hektare.

Kehilangan hutan yang masif ini tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga memicu emisi karbon sekitar 161 juta ton CO₂e, yang berkontribusi besar terhadap perubahan iklim.

Annisa Despitasari, staf Kampanye dan Jaringan Walhi Lampung, menjelaskan bahwa deforestasi ini memiliki akar penyebab yang jelas.

Ia mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama adalah konversi lahan hutan untuk keperluan industri perkebunan besar, seperti kelapa sawit dan tebu.

“Kerusakan hutan ini semakin memperburuk kondisi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Korporasi adalah pihak yang paling diuntungkan dari situasi ini,” tegas Annisa pada Senin, 29 September 2025.

Menurut catatan Walhi, sekitar 108.909 hektar hutan di Lampung telah diberikan izin untuk pemanfaatan, sebagian besar dikelola oleh perusahaan besar.

Beberapa nama yang mencuat sebagai pemegang izin utama antara lain PT Inhutani V, PT Silva Inhutani Lampung, dan PT Budi Lampung Sejahtera.

Di tengah ancaman deforestasi yang terus berlanjut, Pemerintah Provinsi Lampung berupaya mengambil tindakan.

Melalui Dinas Kehutanan (Dishut), mereka meluncurkan program Perhutanan Sosial sebagai strategi untuk merawat dan memulihkan hutan dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utama.

Kepala Dinas Kehutanan Lampung, Yayan Ruchyansyah, menyatakan bahwa pendekatan ini sangat penting karena hampir seluruh kawasan hutan di Lampung sudah terpengaruh oleh aktivitas manusia.

Data dari Dishut menunjukkan bahwa sekitar 37 persen kawasan hutan mengalami kerusakan, dengan 80 persen di antaranya sudah terjamah.

Baca Juga  Pemerintah Imbau Masyarakat Siaga DBD, 2024 Tercatat 9.096 Kasus

“Untuk merawat dan melestarikan hutan, peran masyarakat di sekitar sangat dibutuhkan. Salah satu cara yang kami lakukan adalah melalui mekanisme perhutanan sosial,” jelas Yayan.

Dengan skema ini, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan diberikan akses legal untuk mengelola kawasan tersebut.

Tujuannya adalah untuk membangun rasa kepemilikan dan tanggung jawab, sehingga mereka tidak hanya memperoleh manfaat ekonomi, tetapi juga aktif dalam rehabilitasi dan perlindungan hutan.

“Meskipun upaya pengembalian fungsi hutan melalui perhutanan sosial ini belum sepenuhnya optimal, prosesnya terus berlangsung dan menunjukkan kemajuan,” tambahnya.

Kini, masa depan hutan di Lampung berada di ambang keputusan.

Di satu sisi, ancaman deforestasi yang dipicu oleh kepentingan industri masih membayangi.

Di sisi lain, harapan muncul melalui kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat lokal yang berjuang untuk mengembalikan kehidupan di sisa-sisa kawasan hutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *