Teknologi

Kejahatan Siber Kian Canggih, Praktisi IT Darmajaya: Kini Manusia Target Utama

×

Kejahatan Siber Kian Canggih, Praktisi IT Darmajaya: Kini Manusia Target Utama

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Kejahatan di Dunia Siber. Kreator. Lampungverse

LAMPUNGVERSE.COM – Di era digital, teknologi telah membawa kemudahan dalam banyak aspek kehidupan manusia. Namun, semakin canggih teknologi, semakin banyak pula kejahatan yang memanfaatkan ruang siber.

Praktisi Information Technology (IT) Universitas Darmajaya Lampung Rionaldi Ali, menyatakan, menurut pandangan banyak orang awam kejahatan siber kian hari semakin canggih. Bahwa, target kejahatan siber saat ini telah mengalami pergeseran.

“Kejahatan siber saat ini tidak hanya semakin canggih, tetapi juga telah bergeser. Sekitar tahun 2000-an, target utama kejahatan siber adalah sistem. Saat ini, target tersebut telah beralih kepada manusianya,” ujar Rionaldi saat dihubungi via WhatsApp pada Sabtu (17/08).

Rionaldi menambahkan, pergeseran ini disebabkan oleh kemajuan teknologi keamanan yang tidak diimbangi dengan kecerdasan Sumber Daya Manusia (SDM).

“Sebenarnya, sistem pelindung pengguna sudah sangat canggih. Namun, sayangnya, pengguna belum mampu mengikuti perkembangan tersebut. Ada istilah ‘there is no patch to human stupidity’ yang menggambarkan kondisi ini,” jelasnya.

Salah satu contoh kejahatan siber yang marak terjadi adalah penipuan yang memanfaatkan fitur “edit” di Google Maps dan kelemahan manusia yang mudah percaya.

Selain itu, di media sosial Instagram, muncul iklan yang mengatasnamakan Bank BRI seolah-olah membagikan hadiah undian. Iklan tersebut memancing konsumen untuk mendaftarkan diri dengan mengeklik tautan yang telah disiapkan.

“Ini adalah teknik yang disebut social engineering. Pelaku menciptakan halaman yang menirukan halaman resmi bank, sehingga pengguna Instagram mengira bahwa halaman tersebut benar milik Bank BRI, padahal sebenarnya bukan,” terangnya.

Salah satu ancaman terbesar dalam dunia siber adalah serangan ransomware. Menurut Rionaldi, kode ransomware biasanya berasal dari luar sistem dan memerlukan proses untuk masuk serta dieksekusi.

“Awal mula masuknya kode ransomware ke dalam sistem hampir selalu disebabkan oleh kelalaian pengguna di dalam sistem tersebut,” tegasnya.

Baca Juga  Google Tingkatkan Algoritma Search untuk Berantas Konten Deepfake Eksplisit Tanpa Izin

Cukup satu pengguna yang lalai untuk membuat kode ransomware masuk ke dalam sistem. Setelah itu, kode tinggal menunggu untuk dieksekusi, baik secara otomatis maupun oleh “pengguna lalai” lainnya di dalam sistem.

Rionaldi juga menyayangkan bahwa hingga saat ini belum ada cara atau alat yang efektif untuk mendeteksi ransomware.

“Berbeda dengan malicious code lainnya, ransomware hingga saat ini belum dapat dideteksi oleh alat apapun. Hal ini tentu menyulitkan pengguna maupun bagian monitoring dalam mendeteksi masuknya dan aktifnya ransomware di dalam sistem,” ungkapnya. (Anto)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *