LAMPUNGVERSE.com – Harga singkong di Provinsi Lampung mengalami penurunan yang signifikan, anggota Komisi II DPRD Lampung, Fauzi Heri, Fraksi Gerindra menganggap kondisi ini sebagai bentuk penjajahan ekonomi yang memperburuk keadaan petani.
Fauzi menyoroti bahwa perusahaan pengolah singkong membeli hasil panen dengan harga sekitar Rp1.025 per kilogram. Dengan potongan kualitas mencapai 30 persen, petani hanya menerima sekitar Rp717,5 per kilogram.
Biaya produksi yang tinggi membuat petani kesulitan. Fauzi menjelaskan, biaya tanam dan angkut per hektare bisa mencapai Rp20 juta per tahun.
Dengan produksi rata-rata 30 ton per hektare, petani hanya mendapatkan Rp1,5 juta per tahun, yang berarti sekitar Rp125 ribu per bulan, jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung.
Ia menilai ketimpangan ini sebagai ketidakadilan yang memperburuk kesejahteraan petani.
“Situasi ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Ini adalah penjajahan gaya baru di mana petani ditindas oleh perusahaan besar,” tegasnya.
Fauzi mendesak Penjabat Gubernur Lampung dan dinas terkait untuk segera menetapkan regulasi yang dapat menstabilkan harga singkong.
“Pemerintah harus hadir dan berpihak kepada petani, agar mereka tidak terus menjadi korban permainan harga perusahaan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk singkong, agar petani memiliki kepastian harga yang adil.
Dengan luas lahan singkong di Lampung mencapai 366.830 hektar dan produksi lebih dari 8 juta ton per tahun, kebijakan ini dianggap sangat mendesak.
Sarman, seorang petani dari Lampung Tengah, mengungkapkan frustrasinya terhadap penurunan harga.
“Kami sudah bekerja keras, tetapi hasilnya tidak sebanding. Kami berharap ada kebijakan yang berpihak pada kami,” keluhnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, terutama komoditas singkong, membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Tanpa kebijakan yang melindungi harga, nasib ribuan petani singkong di Lampung akan terus terancam. (Anto)