LAMPUNGVERSE.COM, – Di tengah maraknya modernisasi dan padatnya aktivitas kota, tradisi perlombaan panjat pinang yang dulu menjadi ikon perayaan kemerdekaan kini mulai jarang ditemui di kawasan perkotaan, termasuk di Kota Bandarlampung.
Namun, semangat untuk menjaga tradisi ini masih hidup di Gg Mangga 2, Kelurahan Kelapa 3, Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung. Pada Minggu (25/08/2024), warga setempat menggelar perlombaan panjat pinang yang penuh antusiasme dan kegembiraan.
Acara dimulai sekitar pukul 11.00 WIB di sebuah halaman kecil yang diapit oleh rumah-rumah warga dan Musala Al-Ikhlas. Meski tempatnya sederhana, ratusan warga berbondong-bondong datang untuk menyaksikan perlombaan yang sudah jarang ditemukan di kota besar ini.
Mereka berkerumun, mencari tempat terbaik untuk menonton dan bersorak-sorai mendukung para peserta yang sebagian besar merupakan remaja.
Dari pantauan Lampungverse.com, perlombaan ini dimulai dengan sejumlah pemuda yang bersiap untuk memanjat pohon pinang yang telah diolesi oli hitam tebal.
Aksi mereka mengundang tawa dan sorakan penonton, terutama ketika peserta yang mencoba memanjat terus menerus tergelincir karena licinnya pohon.
“Aduh pedih ini, kena mata,” keluh salah satu peserta yang berlumuran oli, namun tetap semangat melanjutkan usahanya.
Dwi, salah seorang warga setempat, menjelaskan bahwa perlombaan ini diikuti oleh berbagai kelompok usia.
“Yang sekarang ini baru bujang-bujang tanggung, kisaran umur 17 tahun. Yang dewasa nanti, acaranya bakal sampai sore,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa tradisi ini diadakan setiap tahun oleh warga Gg Mangga 2, dengan hadiah yang tak kalah menarik seperti pakaian, kipas angin, kasur Palembang, perlengkapan dapur, hingga uang tunai.
Antusiasme warga terlihat dari kehadiran mereka sejak pagi hari. Aris, seorang warga setempat, mengaku datang sejak pukul 09.00 WIB untuk menyaksikan perlombaan tersebut.
“Saya di sini dari jam 9 pagi, karena katanya mulainya pagi, eh ternyata jam 11,” ujarnya.
Saat perlombaan berlangsung, sorak-sorai penonton terus menggema. Mereka memberikan semangat kepada peserta yang tak henti-hentinya mencoba mencapai puncak pohon pinang.
“Ayo yang di bawah yang badannya besar, yang naik juga jangan lama-lama, biar gak capek yang paling bawah,” teriak seorang penonton, menyemangati para peserta.
Meskipun banyak yang merosot kembali ke bawah, perlombaan ini tetap berlangsung meriah. Tradisi panjat pinang di Kelapa 3 ini membuktikan bahwa semangat gotong royong dan kebersamaan masih terjaga di tengah masyarakat, meskipun kehidupan kota semakin modern.
Panjat pinang di Kelapa 3 bukan hanya sekadar perlombaan, tetapi juga simbol persatuan dan kekuatan komunitas yang patut dipertahankan. (Anto)