LAMPUNGVERSE.com – M. Dawam Rahardjo, mantan Bupati Lampung Timur, resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Lampung pada malam hari, 17 April 2025, karena terlibat dalam kasus korupsi proyek senilai Rp6,8 miliar.
Penahanan ini berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam proyek penataan kawasan gerbang rumah jabatan bupati untuk tahun anggaran 2022.
Asisten Pidana Khusus Kejati Lampung, Armen Wijaya, mengungkapkan bahwa proyek tersebut telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp3,8 miliar, yang telah dihitung dan diverifikasi oleh akuntan publik.
Selain Dawam Rahardjo, pihak kejaksaan juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu AC, direktur perusahaan penyedia jasa; SS, direktur konsultan perencana dan pengawas; serta MDW, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berfungsi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Keempat tersangka kini menjalani penahanan selama 20 hari di Rumah Tahanan Kelas I Bandarlampung.
Kasus ini bermula dari inisiatif M. Dawam Rahardjo untuk menciptakan sebuah ikon bagi Kabupaten Lampung Timur, terinspirasi oleh keberadaan patung di wilayah lain di Provinsi Lampung.
Ia kemudian memerintahkan salah satu kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk merancang proyek tersebut. Dalam pelaksanaannya, proyek ini diduga menggunakan gambar desain milik seorang seniman patung dari Bali.
SS kemudian ditunjuk sebagai konsultan perencana dan pengawas, meskipun proyek ini memerlukan keahlian khusus yang tidak sesuai dengan mekanisme pekerjaan konstruksi yang umum.
MDW, sebagai PPK, diduga menyiapkan kerangka acuan kerja (KAK) yang menyesatkan, seolah-olah proyek tersebut merupakan pekerjaan konstruksi biasa.
Lebih lanjut, atas instruksi M. Dawam Rahardjo, proses tender proyek ini dipercepat dan diarahkan agar dimenangkan oleh CV GTA, perusahaan milik tersangka AC.
Setelah memenangkan tender, pekerjaan tersebut kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kejati Lampung masih akan mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.