LAMPUNGVERSE.com – Mulai 1 Januari 2025, pemerintah akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat: apakah beban pajak ini akan ditanggung oleh konsumen saat menggunakan QRIS (Quick Response Indonesian Standard)?
Sejak tahun 2022, PPN sudah diterapkan pada transaksi yang menggunakan QRIS. Meskipun demikian, masih banyak yang beranggapan bahwa pajak ini akan dibebankan kepada pembeli.
Namun, menurut penjelasan resmi dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang dilansir dari Kompas, pajak tersebut sebenarnya ditanggung oleh merchant atau pemilik toko.
Penting untuk dicatat bahwa PPN tidak dikenakan pada nilai top up, saldo, atau nilai transaksi jual beli secara langsung. Sebaliknya, pajak ini dikenakan atas jasa layanan yang diberikan oleh penggunaan uang elektronik atau dompet digital.
Dalam konteks transaksi QRIS, PPN dikenakan pada merchant discount rate (MDR), yaitu biaya yang dibebankan kepada penjual untuk setiap transaksi yang dilakukan melalui kartu kredit atau debit, termasuk QRIS.
Sebagai contoh, untuk transaksi yang nilainya di atas Rp 500.000, merchant akan dikenakan biaya MDR sebesar 0,3 persen. Sementara itu, untuk transaksi di bawah Rp 500.000, biaya MDR tidak dikenakan alias gratis.
Dengan demikian, penyesuaian tarif PPN yang baru tidak akan membebani konsumen secara langsung.
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan juga menegaskan bahwa masyarakat yang menggunakan QRIS tidak akan dikenakan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Pengenaan pajak ini tetap menjadi tanggung jawab penjual dan pengguna layanan transaksi di platform teknologi finansial.
Dengan demikian, penyesuaian tarif PPN tidak akan dirasakan oleh masyarakat yang melakukan pembelian menggunakan QRIS. Mereka dapat terus menggunakan layanan ini tanpa khawatir akan adanya tambahan biaya pajak.
Hal ini memberikan kepastian bagi konsumen dan mendorong penggunaan sistem pembayaran digital yang semakin praktis dan efisien.