LAMPUNGVERSE.com – Polda Lampung resmi menghentikan penyidikan atas laporan Uun Irawati alias Bunda Tini, yang melaporkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung atas penggusuran lahan di Kota Baru, Lampung Selatan, Senin (7/20/2024).
Kasus ini melibatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan telah menimbulkan kerugian besar bagi para petani setempat, termasuk Uun Irawati, yang dikenal sebagai Bunda Tini.
Penghentian penyidikan ini, yang diumumkan melalui Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) pada 6 Oktober 2024, menandai akhir dari upaya hukum yang dilakukan Bunda Tini sejak penggusuran terjadi pada 16 Maret 2024.
Penggusuran tersebut dilakukan oleh Pemprov Lampung melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan alasan penertiban, meskipun tidak ada pemberitahuan resmi sebelumnya kepada para petani.
Lahan yang digarap sejak tahun 1960-an ini menjadi sumber penghidupan utama bagi Bunda Tini dan keluarganya.
Tanaman singkong yang baru berusia tiga bulan, yang merupakan satu-satunya sumber pendapatan mereka, dihancurkan tanpa adanya kompensasi.
Akibatnya, keluarga ini tidak hanya kehilangan hasil panen, tetapi juga sumber dana untuk pendidikan anak-anak mereka.
Bunda Tini, yang melaporkan kasus ini ke Polda Lampung pada 20 Maret 2024, berharap mendapatkan keadilan.
Namun, setelah tiga kali pemeriksaan, kasus ini justru dihentikan, memupus harapan para petani untuk mendapatkan ganti rugi.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung mengkritik keras keputusan ini.
Prabowo Pamungkas, Kepala Divisi Advokasi LBH Bandarlampung, menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan polisi yang dianggap tidak objektif.
“Keputusan menghentikan kasus ini tanpa penyelidikan mendalam menunjukkan kurangnya perhatian terhadap hak-hak petani,” tegas Prabowo.
Ia menekankan bahwa polisi seharusnya mempertimbangkan keadilan sosial dan ekonomi yang terancam akibat penggusuran ini.
LBH juga menyoroti ketidakmampuan polisi dalam memahami asas hukum yang berlaku.
Menurut asas horizontal, meskipun Pemprov Lampung memiliki hak atas tanah, hak atas tanaman yang dihasilkan tetap menjadi milik petani.
“Ini adalah inti dari gugatan yang diajukan petani, yang sayangnya tidak mendapatkan perhatian cukup dari penegak hukum,” tambah Prabowo.
Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang perlindungan hak-hak petani dan keadilan dalam penegakan hukum.
Para petani dan pendukung mereka berharap ada langkah lebih lanjut yang dapat diambil untuk memastikan keadilan bagi mereka yang terdampak oleh penggusuran ini. (*)