LAMPUNGVERSE.com – Skandal hukum di Mahkamah Agung (MA) Indonesia kembali terungkap, menandai perkembangan signifikan dalam penyelidikan mafia hukum.
Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, diduga terlibat dalam pengelolaan dana suap sebesar Rp920 miliar untuk memengaruhi sejumlah perkara, termasuk sengketa antara Sugar Group Companies (SGC) yang dimiliki oleh Gunawan Yusuf dan Marubeni Corporation (MC).
Penyidik menemukan bahwa Rp200 miliar dari total dana tersebut digunakan untuk menyelesaikan perkara yang melibatkan hakim agung.
Pengungkapan ini dimulai dari penggeledahan di rumah Zarof di Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 24 Oktober 2024.
Dalam penggeledahan tersebut, selain uang tunai dalam berbagai mata uang yang setara dengan Rp920 miliar, penyidik juga menyita 51 kilogram emas batangan dan sejumlah catatan yang mencurigakan.
Salah satu catatan mencantumkan pelunasan perkara Sugar Group sebesar Rp200 miliar, yang mengarah pada dugaan suap dalam proses Peninjauan Kembali (PK) No. 1362 PK/PDT/2024.
Sengketa yang Berlarut dan Keputusan Cepat
Sengketa antara SGC dan Marubeni Corporation bermula dari pembelian aset Sugar Group oleh Gunawan Yusuf dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tahun 2001.
Marubeni mengklaim adanya utang triliunan rupiah yang merupakan kewajiban lama SGC.
Meskipun gugatan ini sempat ditolak di tingkat kasasi pada 2010, perkara ini muncul kembali dengan dalil baru dan diputus dalam waktu 29 hari oleh majelis hakim agung pada Desember 2024.
Keputusan yang cepat ini memicu kecurigaan, mengingat UU No. 48 Tahun 2009 mensyaratkan waktu lebih lama untuk memproses PK.
Nama-Nama Besar Terlibat dalam Skandal
Sumber dari Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa Zarof Ricar telah memberikan informasi penting kepada penyidik.
Beberapa hakim agung yang terlibat dalam perkara SGC sejak 2015 hingga 2024 mulai disebutkan, termasuk Syamsul Maarif, Panji Widagdo, Nani Indarwati, dan Ketua MA saat ini, Sunarto.
Zarof diketahui memiliki kedekatan dengan Sunarto, dan penyidik mencurigai bahwa dana suap juga digunakan untuk pembangunan properti pribadi Sunarto di Sumenep, Madura.
Desakan untuk Penegakan Hukum yang Transparan
Kasus ini telah menarik perhatian banyak pihak. Abdul Fickar Hadjar, seorang ahli hukum pidana, menilai bahwa skandal ini menunjukkan rendahnya integritas lembaga peradilan.
“Jika terbukti dana suap mengalir ke hakim agung, ini ancaman serius bagi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum kita,” katanya.
Ketua DPP Pematank Suadi Romli, juga menyoroti pentingnya pengungkapan skandal ini hingga ke akar permasalahan. Ia berharap Kejaksaan Agung dapat menyelesaikan persoalan dugaan suap ini hingga ke aktor intelektualnya.
“Kami harap Kejaksaan Agung bisa menuntaskan persoalan dugaan suap tersebut sampai pada aktor intelektualnya. Sudah sangat sering kita dengar persoalan terkait SGC, tapi belum ada yang tuntas,” ujarnya, Kamis (9/1/2025.
Suadi juga mengingatkan bahwa tindakan tegas dari Aparat Penegak Hukum (APH) dalam kasus ini dapat menjadi contoh dalam penanganan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Biar ini menjadikan suatu percontohan jika setiap dugaan KKN akan ada suatu tindakan tegas yang dilakukan oleh APH.
“Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga menyangkut citra dan integritas lembaga peradilan,” tegasnya.
Sementara itu, Jerry Massie, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), mempertanyakan kejanggalan dalam proses hukum PK No. 1362 PK/PDT/2024, mencatat bahwa berkas setebal tiga meter tidak mungkin diputus hanya dalam 29 hari tanpa adanya intervensi.
“Bagaimana berkas setebal tiga meter bisa diputus hanya dalam 29 hari? Ini tanda kuat adanya intervensi besar,” ungkapnya.
Ia juga meminta agar Presiden Prabowo Subianto ikut campur untuk memastikan penyelesaian kasus ini.
Dengan total uang sitaan mencapai Rp920 miliar dan 51 kilogram emas, skandal ini menjadi salah satu kasus terbesar dalam sejarah korupsi peradilan Indonesia.
Publik berharap bahwa Kejaksaan Agung dapat mengungkap keterlibatan semua pihak yang terlibat tanpa pandang bulu, termasuk hakim agung yang terbukti bersalah.
Dalam situasi ini, langkah tegas Jaksa Agung dan komitmen pemerintah sangat dinantikan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.