LAMPUNGVERSE.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung Naldi Rinara mengeritik praktik sejumlah sekolah swasta yang menahan ijazah siswa akibat tunggakan biaya pendidikan.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut akan berdampak dengan terhambatnya masa depan generasi muda. Ia meminta pihak sekolah segera memberikan hak tersebut kepada siswa, (01-03-2025).
“Untuk sekolah negeri tak ada masala. Namun, di sekolah swasta, mereka menolak mendistribusikan ijazah karena pihak orang tua siswa belum memenuhi kewajiban biaya pendidikan. Sebab, sekolah swasta yang berstatus yayasan memang mengandalkan biaya operasional dari hasil pembayaran siswa,” ungkap Naldi.
Naldi meminta Dinas Pendidikan Provinsi Lampung untuk menengahi masalah ini dan membantu menyusun skema penyerahan ijazah yang adil bagi semua pihak.
Naldi mengungkapkan, untuk menyelesaikan masalah tersebut sekolah swasta diharapakan dapat memberikan data lengkap siswa yang ijazahnya masih ditahan.
“Data tersebut harus mencakup nama siswa, besaran biaya sekolah, bantuan pemerintah yang diterima, jumlah tunggakan, sisa pembayaran, serta status ekonomi orang tua,” katanya.
Ia menambahkan, bila ada tunggakan biaya, pihak sekolah harus mencatat dan melaporkan ke Dinas Pendidikan Provinsi Lampung untuk diverifikasi. Naldi menilai pemerintah harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
“Regulasi mengatur bahwa sekolah tidak boleh menahan ijazah karena alasan biaya,” ucapnya.
Naldi menegaskan, bila sekolah baik negri maupun swasta ada yang menahan ijazah siswa akan terkena sanksi, sesuai dengan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
“Sanksi Administratif Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Pemerintah dapat memberikan teguran lisan atau tertulis kepada sekolah. Pengurangan atau penghentian izin operasional sekolah. Sanksi Pidana UU Perlindungan Anak Pasal 76B dan Pasal 77 Penahanan ijazah yang menghambat masa depan anak dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan nonfisik terhadap anak,” tegasnya. (Red)