LAMPUNGVERSE.com – Kebebasan berekspresi di lingkungan akademik kembali menjadi sorotan setelah konsolidasi mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang berlangsung di Balai Rektorat pada Sabtu, 15 Februari 2025, dibubarkan oleh pihak kampus.
Alasan yang disampaikan adalah bahwa kegiatan tersebut tidak memiliki izin resmi.
Tindakan ini menuai kecaman dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung, yang menilai pembubaran tersebut sebagai pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa.
Sejak pagi, akses masuk ke kampus dijaga ketat oleh petugas keamanan, dan mahasiswa yang ingin bergabung dilarang masuk.
Mereka yang sudah berada di dalam lokasi juga diminta untuk membubarkan diri. Keberadaan oknum aparat TNI yang ikut mengawasi dan mendokumentasikan kegiatan mahasiswa turut menjadi perhatian.
“Saya hanya ingin berdiskusi dan menyampaikan aspirasi mengenai isu-isu publik, baik lokal maupun nasional. Namun, kami malah dihalangi dan dibubarkan secara paksa,” ungkap salah satu mahasiswa.
Meskipun mahasiswa meminta klarifikasi dari pihak kampus, jawaban yang diberikan dianggap tidak memadai.
Pihak kampus beralasan bahwa konsolidasi tersebut tidak memiliki izin resmi dan bukan merupakan bagian dari organisasi internal mahasiswa.
Menanggapi insiden ini, LBH Bandarlampung menyatakan sikap tegas. Prabowo Pamungkas, Kepala Divisi Advokasi LBH, menilai tindakan kampus sebagai upaya untuk membungkam hak berserikat dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.
“Kampus seharusnya menjadi ruang intelektual yang mendukung kebebasan akademik dan ekspresi, bukan alat untuk membungkam suara mahasiswa,” tegasnya.
Prabowo menambahkan bahwa hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat diatur dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 serta Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005.
Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi kampus untuk melarang aktivitas mahasiswa yang bertujuan mengkritisi isu publik.
“Kami mengecam keras tindakan ini. Pelarangan dan pembubaran ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa. Kampus seharusnya menjadi tempat lahirnya gagasan, bukan membungkam suara kritis,” tambahnya.
Prabowo juga menyatakan bahwa insiden ini menambah daftar panjang pembungkaman kebebasan berekspresi di lingkungan akademik.
“Kami berharap kampus lebih terbuka dan tidak lagi menjadi alat pembatasan hak demokrasi,” tutupnya.